NOE BELAJAR SENDIRI (PENJELASAN TAKLIM)
Belajar itu tidak akan pernah berhenti, bahkan sampai usia kita telah menua. Di samping itu, alangkah baiknya jika kondisi permulaan belajar terjadi di kala usia muda. Semenjak dini, sampai ke liang lahat. Waktu belajar yang baik yakni di waktu sahur antara tam 3 pagi sampai menjelang imsak dan antara waktu magrib dengan waktu isa’ Terkadang bagi para Sufi menganggap bahwa belajar itu ada batasnya. Mereka memberi batasan usia waktu mereka belajar. Hal ini dikarenakan menurut mereka bahwa ilmu itu adalah sarana bagaiman cara mendekatkan diri pada Allah. Tugas utama murid adalah sebaik-baiknya belajar. Bila ia mengkombinasikanannya dengan puasa, maka ketika ia tidak bisa belajar dengan alasan berpuasa sunnah yang harus diutamakannnya adalah belajar. So, bolehlah ia meninggalkan puasa sunnatnya. Namun, bila ia mampu menjalankan dua-duanya, ya puasa, ya belajar... hm, it’s soo amazing....
Menghadapi kebosanan satu pelajaran Ketika merasa bosan dengan salah satu pelajaran, maka haruslah diganti atau diselingi dengan pelajaran yang lain. Misalnya saja saat kita hendak belajar, siapkanlah berbagai macam buku. Jika bosan, dengan pelajaran fisika lalu ganti belajar bahasa Inggris. Eits, tapi jangan setengah-setengah. Meskipun belajar fisikanya sedikit, tapi anda harus berkeyakinan bahwa yang sedikit itu memang sudah masuk diingatkan kita. Kalau istilah Jawa-nya “ngglotok”. Ada juga yang menyelinginya dengan belajar catatan ahli syiir. Yah, kalau menurut zaman kita, anggap saja selingan musik. Sediakan berbagai buku saat belajar. Macam-macam buku. Fisika, Inggris, dll. Jika satu lagi bosan, ganti dengan yang lain. TAPI Syaratnya pelajarilah yang sedikit itu sampai faham, sebelum pindah.
Menghilangkan kantuk Kisah Muhammad bin Hasan, ia bahkan tidak pernah tidur. How can? Tips-nya dengan meletakkan air di dekat ia belajar. Menurutnya, tidur itu adalah panas, maka untuk memadamkannnya membutuhkan air. Syukur-syukur kalau kita mau wudhu, atau bagi non-muslim membasuh muka di kamar mandi. Meskipun efek dari tidak kantuk tersebut hanya beberapa menit, namun tidak apa. Tipsnya membasuh muka lagi. Nah, beliau ini menaruh air di dekatnya belajar, mungkin dimaksudkan untuk efisiensi waktu. Siapkan air di samping saat kita belajar. Maksudnya untuk mengusap wajah saat kita terserang kantuk. Meskipun efeknya kecil, hal itu lebih baik daripada kita mengandalkan kafein yang kurang baik bagi tubuh kita.
Shohkibul Ilmi Jika pada bab-bab sebelumnya kita diharapkan sikap kita sebagai tolibul ilmi. Ini saatnya kita shokhibul ilmi (sebagai pemberi, pengajar ilmu). Seorang Musfik (orang yang berbelas kasihan pada orang lain), maka tak bolehlah ia dihiasi rasa iri, dengki, hasud kepada orang lain. Hasud itu adalah sifat yang tidak akan memberikan manfaat kepada siapapun bahkan membahayakan.
Macam hasud:
Hasud kecil: sifat menginginkan agar kenikmatan yang dimiliki orang lain itu hilang.
Hasud besar: sifat menginginkan agar kenikmatan yang dimiliki orang lain hilang dan kenikmatan itu berpindah padanya. Namun, di sini berbeda dengan khittoh, yakni ingin mendapatkan kenikmatan yang sama orang itu. Hasud ini pula berbahaya, misalnya karena si anak tidak dinaikkkan kelas karena sifatnya yang kurang baik. Namun, ukuran naik kelas itu tidak ditentukan oleh baik atau tidaknya anak, tapi ditentukan sudah bisakah si anak menerima pelajaran selanjutnya? Sedangkan jika seorang guru tidak menaikkan peserta didiknya, justru ia memiliki sifat safakah (belas kasihan) karena si anak belum mampu menguasai pelajaran, sehingga ia harus mengulang. It’s the theacher who ust give us up loas.
Kisah Saiqul Islam Burhanuddin, ia menginginkan agar putra-putra didikannya pandai dan menjadi orang alim. Karena sifat dari hatinya yang tulus itulah berkah Alllah turun sehingga anak kandungnya pun esok dikaruniai seperti apa yang diharapkan bapakknya kepada pesetta didiknya. Mendahulukan peserta didikdaripada anaknya kandung Kisah Shodru Hajar, ayah dari S. Sahid dan S. Samir mengajar mendahulukan peserta didiknya. Misalkan para peserta didiknya belajar di pagi hari sampai pukul 10.00, anak kandungnya sendiri baru diajar pukul sepuluh. Inilah lkisah percakapannnya, Anak : Pak, kenapa engkau mengajarku di waktu-waktu agak siang, setelah mereka? Di waktu-waktu itu dinda sudah merasa capai dan mengantuk? Ayah : Ketahuilah engkau anakkku. Anak-anaknya pembesar-pembesar itu jauh-jauh datang ke sini. Kasihan mereka, jika tidak jadi belajar karena aku harus mengajari engkau. Justru di sinilah sebenarnya berkah dari seorang ayah (pengajar) itu timbul. Karena keberkahannnya yang melebihi ahli fiqih di bumi, maka anak-anaknya justru menjadi orang-orang besar. Mendahulukan peserta didik yang diajar sebelum anaknya adalah lebih mulia. Semoga mendapatkan berkah shohibul ilmi. Meskipun anaknya ngantuk, tetap di ajar. Atau si anak ngomong sendiri, tetap di ajar sebagai langkah menguji seberapa besar kekuatan si anak untu bicara daripada guru yang sedang mengajar. Tapi jika seorang guru sudah tidak sabar, maka bolehlah, ia menegur “diam” untuk pesertanya dengan kata-kata yang halus.
Larangan berdiskusi yang sia-sia Kalau berdiskusi (berdebat) hanya untuk menunjukkan kepandaian dan kedalaman ilmu seseorang, maka itu hanyalah menyia-nyiakan waktu. Kecuali, jika ingin menyelesaikan suatu permasalahan (mencari jalan keluar).
EM..OK, MAKSIH..SAYA AKAN MENCOBANYA
BalasHapus