Tradisi Nyadran
Oleh: Ida Ayu Rudiana
Tradisi Nyadran merupakan kebudayaan yang telah berkembang dan hingga kini secara rutin masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat yang mempercayai.
Nyadran menjadi rutinitas sebagian besar masyarakat Jawa setiap tahun pada bulan dan hari yang telah ditentukan. Hakekatnya tradisi tersebut adalah simbol yang mewakili kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat.
Tradisi ini sudah ada pada masa Hindu-Budha sebelum agama Islam masuk di Indonesia. Zaman kerajaan Majapahit tahun 1284 ada pelaksanaan seperti tradisi Nyadran yaitu tradisi Craddha. Kesamaan dari tradisi tersebut pada kegiatan manusia dengan leluhur yang sudah meninggal seperti sesaji dan ritual sesembahan untuk penghormatan terhadap leluhur.
Kegiatan ini merupakan sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa selamatan. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal sejatinya masih ada dan mempengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya.
Masyarakat Kabupaten Banyumas tepatnya desa Kinting RT 06 RW 02 melaksanakan Nyadran dengan antusias walaupun di tengah pandemi covid-19. Di desa Klinting ini terdapat berbagai jenis agama, mereka saling menghargai satu dengan yang lain tanpa membedakan satu dengan yang lain.
Kegiatan ini dilakukan 1 tahun sekali yaitu jatuh pada bulan Sadran. Bulan Jawa berbeda seperti bulan Masehi, urutan bulan Jawa yaitu:
1. Sura
2. Sapar
3. Mulud
4. Rabimulakir
5. Jumadiawal
6. Jumadiakhir
7. Rajab
8. Ruwah/Sadran
9. Puso
10. Sawal
11. Apit
12. Besar
Sementara Nyadran ada pada urutan ke delapan dan biasanya setelah nyadran tidak lama kemudian puasa/bulan Ramadan pun tiba.
Tradisi Nyadran merupakan kebudayaan yang telah berkembang dan hingga kini secara rutin masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat yang mempercayai.
Nyadran menjadi rutinitas sebagian besar masyarakat Jawa setiap tahun pada bulan dan hari yang telah ditentukan. Hakekatnya tradisi tersebut adalah simbol yang mewakili kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat.
Tradisi ini sudah ada pada masa Hindu-Budha sebelum agama Islam masuk di Indonesia. Zaman kerajaan Majapahit tahun 1284 ada pelaksanaan seperti tradisi Nyadran yaitu tradisi Craddha. Kesamaan dari tradisi tersebut pada kegiatan manusia dengan leluhur yang sudah meninggal seperti sesaji dan ritual sesembahan untuk penghormatan terhadap leluhur.
Kegiatan ini merupakan sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa selamatan. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa leluhur yang sudah meninggal sejatinya masih ada dan mempengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya.
Masyarakat Kabupaten Banyumas tepatnya desa Kinting RT 06 RW 02 melaksanakan Nyadran dengan antusias walaupun di tengah pandemi covid-19. Di desa Klinting ini terdapat berbagai jenis agama, mereka saling menghargai satu dengan yang lain tanpa membedakan satu dengan yang lain.
Kegiatan ini dilakukan 1 tahun sekali yaitu jatuh pada bulan Sadran. Bulan Jawa berbeda seperti bulan Masehi, urutan bulan Jawa yaitu:
1. Sura
2. Sapar
3. Mulud
4. Rabimulakir
5. Jumadiawal
6. Jumadiakhir
7. Rajab
8. Ruwah/Sadran
9. Puso
10. Sawal
11. Apit
12. Besar
Sementara Nyadran ada pada urutan ke delapan dan biasanya setelah nyadran tidak lama kemudian puasa/bulan Ramadan pun tiba.
Komentar
Posting Komentar